CNG.online: -Jakarta Imron mengatakan bantuan dari Kanada melalui program "Nasional Support for Local Investment Climates (NSLIC)" dan Jerman dengan "Sustainable Regional Economic Growth and Investment Programme" (SREGIP) itu kemungkinan tidak diimplementasikan dalam bentuk program pembangunan sarana dan prasarana, namun lebih ke pengembangan kapasitas Sumber Daya Manusia.
Bantuan hibah dari Kanada dan Jepang sekitar Rp250,5 miliar akan digunakan untuk membiayai program-program pendampingan dan fasilitasi penyederhanaan izin investasi yang diarahkan untuk mengembangkan industri hilirisasi dan padat karya di daerah, kata Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas.
"Bentuknya seperti fasilitas dan teknis untuk buat kebijakan yang dapat meningkatkan investasi di daerah. Sehingga nanti, investasi bisa masuk dan memberikan (industri) nilai tambah serta kesempatan kerja," kata Deputi Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah Bappenas Imron Bulkin di Jakarta, Jumat.
Target yang diinginkan Bappenas dari dua program tersebut, meningkatnya kualitas iklim dunia usaha dan semakin bertambahnya unit usaha yang berdaya saing dan berkelanjutan, termasuk di antaranya pemberdayaan masyarakat melalui Unit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Rincian programnya akan dirumuskan oleh tim gabungan yang beranggotakan tenaga perencana dari Bappenas dan juga tim Departemen Urusan Luar Negeri dan Perdagangan (DFATD) Kanada dan Gasellschft for Intewrnationale Zasammenarbeit (GIZ) Jerman.
"Kanada dan Jerman juga akan berperan sebagai eksekutornya. Kita yang akan mengevaluasi," kata dia.
Namun, kata Imron, proyek NSLIC dan SREGIP ini masih merupakan proyek percontohan yang akan berlangsung masing-masing tujuh tahun dan 2,5 tahun.
NSLIC akan dilakukan di dua provinsi dan lima kabupaten di Sulawesi, sedangkan SREGIP akan dilakukan di Kalimantan Barat dan Nusa Tenggara Barat.
Imron menyebut pemilihan lokasi percontohan tersebut berdasarkan pertimbangan Bappenas, dan usulan dari pihak Kanada dan Jerman.
Kanada dengan NSLIC mengalokasikan anggaran senilai Rp186,7 miliar atau setara 18 juta dolar Kanada untuk proyek di Indonesia, yang difokuskan untuk memperbaiki iklim usaha dan pengembangan jasa pendukung usaha.
Sedangkan Jerman dengan SREGIP memberikan Rp63,8 miliar atau setara 4,4 juta euro yang akan difokuskan untuk meningkatkan daya saing daerah melalui proyek industri bernilai tambah, serta ekonomi berkelanjutan.
Bantuan hibah dari Kanada dan Jepang sekitar Rp250,5 miliar akan digunakan untuk membiayai program-program pendampingan dan fasilitasi penyederhanaan izin investasi yang diarahkan untuk mengembangkan industri hilirisasi dan padat karya di daerah, kata Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas.
"Bentuknya seperti fasilitas dan teknis untuk buat kebijakan yang dapat meningkatkan investasi di daerah. Sehingga nanti, investasi bisa masuk dan memberikan (industri) nilai tambah serta kesempatan kerja," kata Deputi Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah Bappenas Imron Bulkin di Jakarta, Jumat.
Target yang diinginkan Bappenas dari dua program tersebut, meningkatnya kualitas iklim dunia usaha dan semakin bertambahnya unit usaha yang berdaya saing dan berkelanjutan, termasuk di antaranya pemberdayaan masyarakat melalui Unit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Rincian programnya akan dirumuskan oleh tim gabungan yang beranggotakan tenaga perencana dari Bappenas dan juga tim Departemen Urusan Luar Negeri dan Perdagangan (DFATD) Kanada dan Gasellschft for Intewrnationale Zasammenarbeit (GIZ) Jerman.
"Kanada dan Jerman juga akan berperan sebagai eksekutornya. Kita yang akan mengevaluasi," kata dia.
Namun, kata Imron, proyek NSLIC dan SREGIP ini masih merupakan proyek percontohan yang akan berlangsung masing-masing tujuh tahun dan 2,5 tahun.
NSLIC akan dilakukan di dua provinsi dan lima kabupaten di Sulawesi, sedangkan SREGIP akan dilakukan di Kalimantan Barat dan Nusa Tenggara Barat.
Imron menyebut pemilihan lokasi percontohan tersebut berdasarkan pertimbangan Bappenas, dan usulan dari pihak Kanada dan Jerman.
Kanada dengan NSLIC mengalokasikan anggaran senilai Rp186,7 miliar atau setara 18 juta dolar Kanada untuk proyek di Indonesia, yang difokuskan untuk memperbaiki iklim usaha dan pengembangan jasa pendukung usaha.
Sedangkan Jerman dengan SREGIP memberikan Rp63,8 miliar atau setara 4,4 juta euro yang akan difokuskan untuk meningkatkan daya saing daerah melalui proyek industri bernilai tambah, serta ekonomi berkelanjutan.