CNG.online: - Jakarta Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana, mengkritik Sekjen PBB Ban Ki Moon atas permintaannya kepada pemerintah Indonesia agar membatalkan pelaksanaan hukuman mati terhadap sejumlah terpidana narkoba.
"Permintaan Ban Ki Moon sungguh disayangkan karena kecenderungan melakukan intervensi dan membela negara-negara maju di PBB," tegas Hikmahanto melalui keterangan tertulis yang diterima, di Jakarta, Minggu.
Sebelumnya, Sekjen PBB Ban Ki Moon meminta Indonesia untuk membatalkan pelaksanaan hukuman mati atas sejumlah terpidana mati yang terlibat narkoba, termasuk dua warga Australia yang masuk kelompok "Bali Nine".
Hikmahanto mempertanyakan suara Ban Ki Moon yang seolah memihak negara maju.
Ia menagih di mana suara Ban Ki Moon ketika warga negara Indonesia Ruwiyati harus menjalani hukuman mati di Arab Saudi.
"Apakah karena Ruwiyati berkewarganegaraan Indonesia dan Indonesia bukan negara maju sehingga suara Ban Ki Moon absen," ujar Hikmahanto.
Ia juga mempertanyakan apakah Ban Ki Moon tidak menyadari bahwa banyak orang mati karena ketergantungan narkoba. Ban Ki Moon dinilai hanya berempati pelaku tetapi tidak pada korban.
"Apakah Indonesia dianggap sebagai negara barbar karena melaksanakan hukuman mati, lantaran menurut Ban Ki Moon, PBB menentang hukuman mati. Lalu bagaimana dengan AS yang di sejumlah negara bagiannya masih mengenal hukuman mati, juga Malaysia, Singapura dan Arab Saudi," tegas dia.
Bagi Hikmahanto, patut dipertanyakan apakah pernyataan Ban Ki Moon tidak tendensius dan merendahkan martabat dan kedaulatan Indonesia. Atau pernyataan itu dimunculkan karena ada desakan dari pemerintah Australia.
"Tidakkah Ban Ki Moon sadar tindakannya dimanfaatkan oleh satu negara untuk menekan negara lain," ujarnya.
Hikmahanto mendesak pemerintah Indonesia melalui Menlu segera memprotes pernyataan Ban Ki Moon dan memastikan PBB tidak melakukan intervensi terhadap kedaulatan Indonesia, "sebab PBB bukanlah pemerintahan dunia," kata dia.
"Permintaan Ban Ki Moon sungguh disayangkan karena kecenderungan melakukan intervensi dan membela negara-negara maju di PBB," tegas Hikmahanto melalui keterangan tertulis yang diterima, di Jakarta, Minggu.
Sebelumnya, Sekjen PBB Ban Ki Moon meminta Indonesia untuk membatalkan pelaksanaan hukuman mati atas sejumlah terpidana mati yang terlibat narkoba, termasuk dua warga Australia yang masuk kelompok "Bali Nine".
Hikmahanto mempertanyakan suara Ban Ki Moon yang seolah memihak negara maju.
Ia menagih di mana suara Ban Ki Moon ketika warga negara Indonesia Ruwiyati harus menjalani hukuman mati di Arab Saudi.
"Apakah karena Ruwiyati berkewarganegaraan Indonesia dan Indonesia bukan negara maju sehingga suara Ban Ki Moon absen," ujar Hikmahanto.
Ia juga mempertanyakan apakah Ban Ki Moon tidak menyadari bahwa banyak orang mati karena ketergantungan narkoba. Ban Ki Moon dinilai hanya berempati pelaku tetapi tidak pada korban.
"Apakah Indonesia dianggap sebagai negara barbar karena melaksanakan hukuman mati, lantaran menurut Ban Ki Moon, PBB menentang hukuman mati. Lalu bagaimana dengan AS yang di sejumlah negara bagiannya masih mengenal hukuman mati, juga Malaysia, Singapura dan Arab Saudi," tegas dia.
Bagi Hikmahanto, patut dipertanyakan apakah pernyataan Ban Ki Moon tidak tendensius dan merendahkan martabat dan kedaulatan Indonesia. Atau pernyataan itu dimunculkan karena ada desakan dari pemerintah Australia.
"Tidakkah Ban Ki Moon sadar tindakannya dimanfaatkan oleh satu negara untuk menekan negara lain," ujarnya.
Hikmahanto mendesak pemerintah Indonesia melalui Menlu segera memprotes pernyataan Ban Ki Moon dan memastikan PBB tidak melakukan intervensi terhadap kedaulatan Indonesia, "sebab PBB bukanlah pemerintahan dunia," kata dia.
No comments:
Post a Comment